Senin, 01 Januari 2018

Apresiasi Puisi

Puisi adalah karya sastra yang universal. Puisi dapat mengungkapkan berbagai perasaan sedih dan gembira yang dialami oleh penyairnya. Bahasa yang digunakan penyair dalam menulis puisi mampu mengungkap latar belakang sosial, budaya dan politik tempat penyair itu berada. Sebagai contoh, puisi-puisi Chairil Anwar dan puisi Angkatan ’45 lainnya. Kebanyakan bercerita tentang keadaan sosial-politik pada waktu itu, yakni banyak terjadi peperangan. Jika puisi-puisi tersebut dibaca dalam konteks saat ini, pembacapun akan dapat mengungkap realitas sosial-politik pada waktu itu, ketika puisi-puisi tersebut diciptakan. 
Begitu pula dengan puisi dari negara lain (puisi berbahasa asing). Secara struktural, puisi terjemahan diciptakan dengan struktur yang sama, yaitu memiliki tema, nada, rasa, dan amanat. Teknik yang digunakan dalam mengekspresikannya pun juga sama, yaitu rima, ritme, majas, diksi, imaji, dan kata nyata. Akan tetapi, karena latar belakang, pengalaman hidup, dan pengalaman batin penyair berbeda, isi puisi yang disajikan pada puisi dari negara yang berbeda akan memiliki kekhasan tersendiri. Karena kemajuan teknologi informasi, banyak karya sastra dari negara lain yang bisa dibaca di Indonesia

Banyak pula pembaca di Indonesia (penikmat puisi) menyukai syair-syair dari negara lain. Bahasanya yang indah, pilihan katanya yang puitis, sering kali menjadi faktor mengapa sebuah puisi sangat disukai. Lebih dari itu, kedalaman makna yang terkandung dalam puisi tersebut, menjadi alasan penting mengapa seseorang menyukai puisi asing. Adanya kendala keterbatasan penguasaan bahasa asing, mendorong beberapa penyair menerjemahkan puisi-puisi asing tersebut. Dengan demikian, kini para pembaca dan penikmat puisi dapat mengapresiasi sebuah puisi melalui karya terjemahan tersebut.

Perhatikan salah satu contoh puisi terjemahan berikut ini!

Bibir yang Tersayat

Karya Samih al-Qasim

Ingin kuceritakan kepadamu
Kisah tentang seekor bulbul yang mati
Ingin kuceritakan kepadamu
Kisah .............................................
Kalau saja tak mereka sayat bibirku

Dikutip dari Membaca Sastra, hlm. 54

Merujuk pada puisi di atas, Kita dapat mengetahui bahwa tema puisi di atas adalah ”kepedihan seseorang akibat ketertindasan”. Hal itu terungkap lewat larik puisi Ingin kuceritakan kepadamu/ Kisah tentang seekor bulbul yang mati// Kesedihan penyair lebih terasa karena ia dilarang berbicara untuk mengungkapkan kepedihan hatinya. Hal itu terungkap lewat larik puisi Ingin kuceritakan kepadamu/ Kisah ......../ Kalau saja tak mereka sayat bibirku// Pilihan kata di atas: ingin, mati, sayat jika dikaitkan dengan kondisi politik tempat penyair hidup (Palestina), tentu saja akan menimbulkan penafsiran yang sangat mendalam.

Pilihan kata tersebut merupakan ekspresi ketertindasan rakyat Palestina karena dirampas haknya (hak untuk berbicara). Selain simbol-simbol bahasa berupa bunyi dan kata, teknik penuturannya pun dapat dijadikan alat untuk menyampaikan makna tertentu. Pada puisi ”Bibir yang Tersayat” di atas, penyair lebih memilih teknik bercerita atau berkisah. Pada puisi tersebut, pembaca dapat mengetahui bahwa penyair merasa tertekan karena kondisi politik yang terjadi di negaranya. Ia ingin sekali melakukan sesuatu untuk memperbaiki kondisi itu, namun ia tak berdaya akibat adanya perampasan hak bicara.

Puisi lama merupakan pencerminan masyarakat lama yang masih kuat berpegang pada adat. Berbeda dengan puisi lama, puisi baru merupakan pencerminan masyarakat baru. Puisi baru tidak terlalu terikat pada aturan, terutama dalam persajakan. Puisi baru juga mencerminkan sifat kepribadian individual. Timbulnya puisi baru dipelopori oleh para sastrawan muda dalam Angkatan Pujangga Baru. Pada tahun 1930-an merupakan masa tumbuh dan berkembangnya semangat persatuan dan kesatuan. Puisi baru memang tidak terlalu terikat pada aturan sebagaimana puisi lama. Akan tetapi, dalam pembuatan puisi baru, tetap memerhatikan bait, irama, dan rima.

Perhatikan contoh puisi baru berbentuk soneta berikut!

Api Suci

Sutan Takdir Alisjahbana

Selama napas masih mengalun
Selama jantung masih memukul
Wahai api bakarlah jiwaku
Biar mengaduh biar mengeluh

pengantar

Seperti waja merah membara
Dalam bakaran api nyala
Biar jiwaku habis terlebur
Dalam kobaran nyala raya

kuatren

Sesak mendesak rasa di kalbu
Gelisah liar mata memandang
Di mana duduk rasa dikejar

isi

Demikian rahmat tumpahkan selalu
Nikmat rasa api menghangus
Nyanyian semata bunyi jeritku

Pada contoh puisi baru tersebut, masih tampak penggunaan aturan lama.

Pembahasan tentang isi puisi berkenaan dengan gambaran pengindraan atau pencitraan, perasaan atau emosi, pikiran, dan imajinasi.

1. Gambaran Pengindraan dalam Puisi

Gambaran pengindraan dalam puisi meliputi pengindraan penglihatan, pendengaran, dan perasa.

Pengindraan penglihatan dapat ditemukan dalam larik-larik puisi

”Gadis Peminta-minta”

karya Toto Sudarto berikut.

Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa.
....
Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor
tapi yang begitu kau hafal

Melalui kata-kata tersebut, pembaca seolah-olah dapat melihat kedukaan penyair secara lebih jelas sebagai saksi.

Pengindraan pendengaran adalah ungkapan dari penyair dalam puisi yang membuat pembaca seolah-olah dapat mendengarkan suara yang digambarkan oleh penyair. Contoh

pengindraan pendengaran dapat ditemukan dalam larik-larik

puisi ”Asmaradana” karya Goenawan Mohamad berikut.

Ia dengan kepak sayap kelelawar dan guyur sisa hujan dari daun
Karena angin pada kemuning.
Ia dengar resah kuda serta langkah pedati.
Ketika langit bersih menampakkan bima sakti.
....

Pengindraan perasa merupakan penciptaan ungkapan oleh penyair yang dapat memengaruhi perasaan pembaca puisi. Contoh pengindraan perasa dapat ditemukan dalam larik-larik puisi ”Senja di Pelabuhan Kecil” karya Chairil Anwar sebagai berikut.
....
Tiada lagi. Aku sendiri
Berjalan menyisir semenanjung masih pengab harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

Penggunaan kata-kata dalam larik-larik puisi tersebut mengajak pembaca merasakan kedukaan secara mendalam.

2. Emosi dalam Puisi

Emosi atau perasaan merupakan unsur yang utama dan mendasar dalam puisi. Emosi sangat beragam, misalnya menggembirakan, menyedihkan, mengerikan, menakutkan, benci, jijik cemburu, malu, dan sebagainya. Emosi dalam puisi harus cocok dan seimbang dengan situasi yang dikemukakannya. Contoh larik puisi yang mengungkap emosi penyesalan dapat ditemukan dalam larik-larik puisi ”Menyesal” karya Ali Hasjmi berikut.

Akh, apa guna kusesalkan
Menyesal tua tidak berguna
Hanya menambah luka sukma


3. Imajinasi

Imajinasi dalam puisi merupakan daya pikir penyair untuk membayangkan atau menciptakan gambaran kejadian berdasarkan kenyataan atau pengalamannya. Berikut adalah contoh imajinasi Burhanudin yang ditulis dalam puisi berjudul ”Senja di Pantai”

Senja di Pantai

Lihat perahu yang tertambat
debur ombak tanpa lelah
riaknya tinggalkan buih
saksikan kesendirian
berjalan menyisir pantai pasir bisu
rumah kerang dan siput yang rapuh
tanpa sapa nestapa
sebagai kamu yang makin jauh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

UP TO DATE

Kidung Rumekso Ing Wengi

Kidung Rumekso ing wengi merupakan sebuah syair religius yang memiliki makna begitu dalam dan luas, sebuah syair yang amat menarik untu...

STAR NEWS